Sabtu, 03 Desember 2011

NASKAH MERTASINGA - WAFATNYA SUNAN GUNUNG JATI

WAFATNYA SUNAN GUNUNG JATI
(pupuh LVI.13 - LVIII.06)

Diceritakan kemudian bahwa pada suatu hari Sinuhun Gunung Jati berkeinginan untuk menyendiri di tempat yang sepi. Sinuhun pergi dengan membawa serta kerisnya Sangyang Naga. Sinuhun sudah mengetahui bahwa ajalnya sudah mendekat. Dia pergi ke Gunung Jati dan duduk bertafakur disana, di Gunung Jati yang di sebelah timur itu. Kemudian Sinuhun menulis surat dengan menggunakan daun sebagai kertasnya, surat itu ditujukan kepada anaknya di Banten yang isinya berbunyi, "He Sunan Sebakingkin, itu cucumu yang bernama Kapil [nama panggilan untuk Maulana Muhammad] suruhlah dia pergi menunaikan ibadah haji, sebab dialah yang  kelak akan menjadi raja. Sepulangnya menunaikan ibadah haji, segeralah dinobatkan, karena setelah itu engkau dan demikian juga anakmu tidak akan lama memerintah. Oleh karena itu Muhammad Kapil besok yang akan menjadi raja dan yang akan mendapatkan wasiatnya Nabi".
Daun itu digulung dan diikatkan pada keris yang kemudian melesat terbang ke angkasa. Keris itu terbang dengan cepat, cahayanya terang bagaikan andaru (bintang jatuh) di tengah malam. Sesampainya di Banten keris itu turun di istana Banten. Semua yang ada di Dalem Puri terkejut melihatnya, mereka mengira bahwa ada bintang jatuh. Keris tersebut jatuh di hadapan Pangeran Sebakingkin. Dengan penuh ketakjuban Sunan Banten melihat keris yang jatuh di hadapannya itu, dia mengetahui bahwa itu adalah Keris Sangyang Naga milik ayahandanya. Segera surat itu dibacanya, yang isinya minta agar cucunya disuruh naik haji.
Sunan Banten menyetujui keinginan wali, ayahandanya, dan Sunan Banten pun segera membuat surat balasannya. Surat balasan itu ditulis diatas kertas perak dan bertuliskan dengan tinta emas indah. Isi suratnya berbunyi, "Ayahanda wali, sang cucu akan hamba suruh menunaikan ibadah haji, pesan akan ananda laksanakan". Setelah selesai ditulis, kemudian surat itu dibungkus dengan kesturi wulung, dan diikatkan kembali pada keris itu. Sang keris pun segera terbang lagi ke angkasa bagaikan burung, dan tidak dikisahkan perjalanannya, keris itu telah tiba kembali di Gunung Jati. Tibanya pada waktu tengah malam, Sinuhun melihat surat balasan yang ditulis dengan amat indah. Sinuhun berkata, "Inilah ciri dari kesombongan dan hati yang takabur. Seberapa lamanya kita dalam hidup ini akan berkuasa, pasti tidak akan selamanya. Lama kekuasaan keturunanku di Banten kelak tak akan lebih dari sembilan keturunan".
Setelah berkata demikian, Sunan Gunung Jati lalu merebahkan dirinya di tanah sambil melipat tangan diatas dadanya. Dia berbaring di tanah beralaskan daun Rudamala, dan berbantalkan batu. Kepalanya berada di arah timur sedangkan kakinya di arah barat, seperti layaknya tengah melakukan shalat. Ketika tiba waktunya makan sahur, Sinuhun Gunung Jati meninggal dunia. Pada waktu itu Sinuhun usianya genap seratus dua puluh tahun.  Sunan Kalijaga segera memberitahukan berita duka cita itu kepada seluruh sanak keluarga. Semua telah diberitahu bahwa Sinuhun Jati telah meninggal di Gunung Kentaki. Sebagai pembawaan seorang Wali utama, alam dunia ikut berduka cita atas kepergiannya.

Dedaunan jatuh berguguran, hewan-hewan berbunyi saling bersahutan, air bergelora dan lautan menjerit bergemuruh bergantian dengan gempa yang bergetar dengan suara yang menakutkan. Alam dunia bagaikan akan roboh, batuan krikil bergemeletuk dan terdengar suara beraneka macam. Tanah menjadi gembur dan seluruh isi hutan riuh berbunyi. Bergelegar suara gunung, bergema berkumandang di langit. Sang surya panas membara, sang bulan begitu pula. Semua yang ada di dunia bagaikan menangis. Tidak lama kemudian turun para malaikat dari langit ke atas Gunung Jati. Para malaikat itu kemudian membawa jenazah Sinuhun  naik ke langit.
Setelah tersiar berita duka cita itu, para santri dan para sanak saudara semua menangis dengan sedihnya, mereka bingung ketika mengetahui bahwa jenazah Sinuhun telah tiada. Suasana saat itu hiruk pikuk, canang Ki Bicak berbunyi bertalu-talu tanpa ada yang menabuh. Para santana mantri semuanya pergi menuju ke Gunung Sembung. Yang pergi ke Gunung Jati, hanyalah Sunan Kalijaga, Syekh Datuk Khapi, dan Pangeran Makdum saja. Ketika mereka tiba di situ jenazahnya sudah tidak ada, yang tinggal tergeletak di tanah hanyalah wangkingan (ikat pinggang) dan jubah Sinuhun saja. Begitulah Sunan Kalijaga segera menyingsingkan lengan bajunya untuk menggali liang lahat. Syekh Datuk Khapi datang dan minta untuk menggantikan, demikian juga halnya dengan Pangeran Makdum. Akan tetapi Sunan Kali berkata, "Biarlah kalian jangan ikut-ikut, biar aku sendiri saja yang menguburkan pakaian itu". Akhirnya selesai sudah pakaian Sinuhun dikuburkan di sana dengan sempurna, yaitu di Gunung Kentaki yang di sebelah timur itu. Akan tetapi bentuk kuburannya tak terlihat karena diratakan lagi dengan tanah. Hanya tandanya ialah bahwa tak akan ada daun yang jatuh keatas kuburan ini.
Sementara itu Tubagus Pase datang ke Gunung Kentaki yang di sebelah barat bersama para sentana mantri. Mereka berkumpul di tempat itu dan mereka menemukan bahwa jenazah sudah tidak ada lagi, yang masih ada di sana hanya Keris Naga dan Tasbih Sinuhun. Sang keris menggelantung di udara, merah membara bagaikan bintang jatuh, sedangkan tasbihnya kemudian dikuburkan di bumi mulia. Tempat itu kemudian direka-reka menjadi berbentuk makam, di Gunung Sembung. Terkenal diantara rakyat kecil bahwa Sinuhun Aulia, dimakamkan di Gunung Jati yang di sebelah Barat itu, di tempat mana dahulu beliau tinggal. Adapun Nyi Mas Putri Jangkung, kemudian tinggal disana menunggui kuburan suaminya dengan penuh kasih sayang. Adapun Keris Sangyang Naga kemudian terbang melesat ke langit bagaikan bintang dan jatuh masuk ke Dalem Agung, dan Keris Sangyang Naga itu menghilang disana.

Catatan: Mengenai waktu wafatnya Syarif Hidayatullah, ada beberapa pendapat. Dalam History of Java ditulis bahwa Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1428 Saka (1506 M) dalam "usia yang sangat lanjut", tahun tersebut tidak tepat karena pada waktu perang dengan Galuh Pajajaran (Bab XXII) dimana Sunan Gunung Jati masih berperan. Dalam Negarakertabhumi, dan demikian juga dalam Purwaka Caruban Nagari bahwa Syarif Hidayatullah wafat pada tanggal 11 Kresna-paksa, bulan Badramasa tahun 1490 Caka (1568 M), Sumber lainnya menyebutkan bahwa Sunan Gunung Jati wafat pada tanggal 12 bagian terang, bulan Badra tahun 1490 Saka atau 19 Septem-ber 1568 M.

(Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran post by Amman W)

1 komentar:

  1. As Salamu 'Alaikum Warochmatullahi Wabarokatuh

    Teriring salam penghormatan tulus kepada Tuan Putri Trahing Kusuma Kekasihing Robbul 'Izzati. Saya amat terharu melihat tulisan ini, tulisan dari anak Negeti yang tulus ingin meluruskan sejarah dari penyesatan-penyesatan Kolonialinme yang diwariskan oleh VOC & Belanda. Seperti kita ketahui bahwa begitu banyak Kebudayaan dan Sejarah yang telah di kotori oleh tangan-tangan kotor penjajah yang ingin melunturkan rasa Nasionalisme Bangsa kita dengan cara salah satunya mengacaukan sejarah agar rakyat ragu akan kebenaran sejarah leluhur mereka yaitu para Salafush Sholeh yang telah berjuang dengan tulus. Telah banyak kitab-kitab sejarah masa lalu yang di bawa kenegeri belanda, ini adalah bukti nyata dari usaha mereka untuk memanipulasi sejarah kita. Dan akhirnya saya berharap semoga makin banyak anak Negeri yang memiliki semangat untuk meluruskan sejarah seperti yang Tuan Putri lakukan.

    Ewah-ewahaning rasa
    Langgeng ing tekad
    Printahing Widhi tinindakke
    Cegah murangin sara'


    Was Salamu 'Alaikum Warochmatullahi Wabarokatuh

    BalasHapus